BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome)
merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan
dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai bayi
sampai dewasa baik
laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia,
sejak tahun 1987 perkembangan
jumlah kasus AIDS
maupun HIV (+)
cenderung meningkat pada setiap
tahunnya. Menurut laporan UNAIDS
(2004), diketahui jumlah
penderita HIV di Indonesia sebanyak diperkirakan 110.000
orang, sedangkan menurut harian Galamedia (28 Juli 2005)
sampai Juni 2005
jumlah penderita AIDS
di Indonesia tercatat
7098 orang. Secara epidemiologi
dikenal fenomena gunung es, artinya bila ada satu kasus yang tercatat maka
diasumsikan terdapat 200 kasus yang sama yang
tidak tercatat.
Sejak
pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan September 2012, kasus HIV-AIDS
tersebar di 341 (71%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di
Indonesia. Kasus HIV, dari Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru
HIV yang dilaporkan sebanyak 5.489 kasus. Kasus AIDS, dari Juli sampai dengan
September 2012 jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak 1.317 kasus.
Menurut data Komisi
Penanggulangan HIV-AIDS (KPA) Jawa Tengah, 1993 hingga Maret 2012, tercatat
hampir 5.000 kasus HIV/AIDS menempati urutan keempat. Sedangkan di Kabupaten Blora data terakhir kunjungan ke VCT RSU
Blora dari Januari sampai April 2013 kemarin ada 27 orang yang berkonsultasi.
Dari 27 orang tersebut 14 orang diantaranya dinyatakan positif HIV. Sedangkan
data perkembangan HIV/AIDS di Kabupaten Blora sejak tahun 2008 ternyata juga
menunjukkan peningkatan. Yakni pada tahun 2008 sebanyakn 4 kasus, 2009 ada 3
kasus, 2010 ada 4 kasus, 2011 naik menjadi ada 11 kasus. Sementara di tahun
2012 lalu ada 11 kasus juga, sedangkan tahun 2013 sampai bulan April lalu telah
ada 14 yang positif HIV. Hampir 70% dari jumlah penderita HIV telah berubah
menjadi AIDS dan 80% penderita AIDS sudah meninggal dunia. (rs-infoBlora -
Suara Merdeka)
Tenaga keperawatan merupakan
tenaga kesehatan terbanyak
di rumah sakit
dan memiliki kontak yang
paling lama dengan
pasien. Pekerjaan perawat
merupakan jenis pekerjaan yang
beresiko kontak dengan darah, cairan
tubuh pasien, tertusuk jarum suntik bekas pasien,
dan bahaya-bahaya lain
yang dapat menjadi
media penularan penyakit. Menurut laporan situs http://www.avert.org, di
Amerika Serikat pada tahun 2001 terdapat 57
kasus tenaga kesehatan
yang terinfeksi HIV
akibat resiko pekerjaan.
Dari 57 kasus tersebut, 24 kasus diantaranya (terbanyak) dialami oleh perawat. Di Indonesia, walaupun belum ada data yang
pasti, namun jika melihat pengendalian infeksi di
rumah sakit yang masih lemah,
maka resiko penularan
infeksi termasuk HIV
terhadap perawat bisa dikatakan cukup tinggi.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui definisi HIV/AIDS
2. Untuk
mengetahui etiologi HIV/AIDS
3. Untuk
mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
4. Untuk
mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS
5. Untuk
mengetahui pathway HIV/AIDS
6. Untuk
mengetahui pengelolaan kasus dengan HIV/AIDS menurut tinjauan medis,keperawatan
(focus intervensi)
7. Untuk
mengetahui tinjauan kritis masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
HIV/AIDS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz
Alimul Hidayat, 2006)
AIDS
adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan
sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki
antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
AIDS
adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
B. Etiologi
Menurut
Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV) dari
kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah
melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T
yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan
Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy
cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang
ditumpanginya.
Sedangkan
menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah terisolasi
cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina,
ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan
amnion, dan urin. Darah, semen,
sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi
darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum)
seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI)
C.
Patofisiologi
Penyakit
AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu
sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan
menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh
tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target
dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel
yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus
menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang
terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel
yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik),
yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang
yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap
selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4
sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi
HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa
menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di
dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu
meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.
Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut.
Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu
dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2
tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi.
Infeksi
HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami
penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai
infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit
CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam
mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah
virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer
antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela” (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang
1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul
gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala).
Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu
sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV
positif. (Heri : 2012)
D.
Gambaran
Klinis
Gambaran
klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut,
demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan
penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.(
Arif Mansjoer, 2000 )
1.
Infeksi retroviral akut
Frekuensi
gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan
demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash
seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik.
Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom
Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
2.
Masa asimtomatik
Pada masa ini
pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum.
Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela
(window period).
3.
Masa gejala dini
Pada masa ini
julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat
infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster,
leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex(ARC)
4.
Masa gejala lanjut
Pada masa ini
jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko
tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
E.
Pathway
F.
Pengelolaan Kasus
1.
Medis
Apabila
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
a. Pengendalian
Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan,
dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
b. Terapi
AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA
(1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi
Antiviral Baru
Beberapa
antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat
ini adalah :
-
Didanosine
-
Ribavirin
-
Diedoxycytidine
-
Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin
dan Rekonstruksi Virus
Upaya
rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
2.
Keperawatan
(Fokus Intervensi)
Diagnosa,
intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah
a.
Infeksi, resiko tinggi terhadap
pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
Tujuan
Infeksi
klien dapat dicegah atau diperkecil
Kriteria
hasil
-
Mencapai masa penyembuhan luka.
-
Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen
dari kondisi infeksi
Intervensi
Mandiri
1.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
seluruh kontak perawatan dilakukan. Intruksikan orang terdekat klien untuk
mencuci tangan sesuai indikasi.
Rasional :
Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2.
Berikan lingkungan yang bersih dan
berventilasi baik.
Rasional :
Mengurangi patogen pada system imun.
3.
Diskusikan tingkat dan rasional
isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.
Rasional :
Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup berusaha mengurangi rasa terisolasi.
4.
Pantau tanda-tanda vital, termasuk
suhu.
Rasional :
Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi terhadap proses
infeksi.
5.
Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan,
karateristik sputum (bila ada sputum.
Rasional :
Kongesti/distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP.
6.
Periksa kulit/membrane mukosa oral
terhadap bercak putih/lesi.
Rasional :
Kandidiasis oral atau bercak putih atau lesi adalah penyakit yang
umum terjadi dan memberi efek terhadap membran kulit.
7.
Periksa dan catat adanya luka atau
lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi lokal.
Rasional :
Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya
sepsis.
8.
Awasi pembuangan jarum suntik dan
mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
Rasional :Mencegah
kontaminasi tak disengaja dari pemberian perawatan.
Kolaborasi
Berikan antibiotik
antijamur/agen anti mikroba misalnya: trimetropim (Bactrim septra), nistanin
(Mycostatin), ketokonazol, pentamidin atau AZT/retrovir, dan gansiklovir
(cytovene).
Rasional :
Menghambat proses infeksi, obat-obat tersebut ditunjukan untuk menghilangkan
enzim yang
b.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare berat, pembatasan pemasukan.
Tujuan
Masukan
nutrisi adekuat untuk klien
Kriteria
hasil
-
Membran mukosa adekuat.
-
Turgor kulit baik.
-
Tanda-tanda vital stabil
-
Haluaran urin adekuat
Intervensi
Mandiri
1.
Pantau tanda-tanda vital, termasuk
CVP
Rasional :
Indikator dari volume cairan sirkulasi.
2.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa,
dan rasa haus.
Rasional :
Indikator tidak langsung dari status cairan.
3.
Ukur haluaran urine dan berat jenis
urine.
Rasional :
Peningakatan berat jenis urine/penurunan haluaran urine menunjukan perubahan
perfusi ginjal.
4.
Pantau pemasukan oral dan memasukan
cairan sedikitnya 2500 ml/hr
Rasional :Mempertahankan
keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membran mukosa.
5.
Anjurkan untuk tidak memakan makanan
yang potensial menyebabkan diare.
Rasional :
Mungkin dapat mengurangi diare.
Kolaborasi
1.
Berikan cairan/elektrolit melalui
selang pemberi makanan (IV).
Rasional :Mungkin
diperlukan untuk mendukung/ memperbesar volume sirkulasi, terutama jika pemasukan
oral tak adekuat.
2.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Antimietik, misalnya: proklorperazin
maleat (compazine), trimetrobenzamid (Tigan).
c.
Kekurangan kebutuhan nutrisi
berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna.
Tujuan
Nutrisi
adekuat dan masukan cairan terpelihara.
Kriteria
hasil
-
Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat.
-
Menunjukan peningkatan berat badan
mencapai rentang yang diharapkan.
-
Menyiapkan pola diet dengan masukan
kalori adekuat.
-
Mual muntah berkurang.
-
Selera makan meningkat.
Intervensi
Mandiri
1.
Kaji kemampuan untuk mengunyah dan
menelan.
Rasional :
Untuk mengetahui kemampuan klien mengunyah makanan, lesi pada mulut,
tenggorokan dan esophagus dapat menyebabkan disfagia.
2.
Auskultasi bising usus.
Rasional :
Hipermotilitas saluran itenstinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah
dan diare.
3.
Timbang berat badan sesuai dengan
kebutuhan. Evaluasi berat badan yang tidak sesuai.
Rasional :
Indikator kebutuhan nutrisi?pemasukan yang adekuat.
4.
Rencanakan diet dengan orang
terdekat; jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang
sedikit tapi sering, berupa makanan yang padat akan nutrisi.
Rasional :
Melibatkan pasien dalam rencana memberikan perasaan control lingkungan dan
mungkin meningkatkan pemasukan.
Kolaborasi
1.
Pertahankan status puasa
Rasional :
Mungkin diperlukan untuk menurunkan muntah.
2.
Pasang/pertahankan selang NGT sesuai
petunjuk dengan hati-hati.
Rasional :
Mungkin diperlukan mengurangi mual muntah untuk pemberian makanan per selang.
3.
Konsultasikan dengan tim pendukung
ahli gizi.
Rasional :
Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan tubuh dengan rute yang tepat.
4.
Berikan obat yang sesuai indikasi.
Antiemetic, misalnya metoklopramid
(Reglan), suplemen vitamin.
d.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.
Tujuan
Rasa
sakit/tidak nyaman dikurangi
Kriteria
hasil.
-
Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa
sakit.
-
Menunjukan posisi/wajah rileks.
-
Dapat tidur/istrahat adekuat.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Mandiri
Kaji keluhan nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya
gelisah, takikardia, meringis.
|
Mengindikasikan kebutuhan untuk
intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan
komplikasi.
|
Instruksikan pasien untuk
menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas
dalam.
|
Meningkatkan relaksasi dan
perasaan sehat.
|
Dorong pengungkapan perasaan
|
Dapat mengurangi ansietas dan rasa
sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
|
Lakukan tindakan paliatif misal
pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
|
Meningkatkan relaksasi atau
menurunkan tegangan otot.
|
Kolaborasi
Berikan analgesik atau antipiretik
narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan
analgesia 24 jam.
|
Memberikan penurunan nyeri/tidak
nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam
dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan
atau kelebihan obat-obatan.
|
e.
Integritas kulit, kerusakan
berhubungan dengan deficit imunologis.
Tujuan.
Integritas kulit dapat diatasi.
Kriteria hasil
-
Menunjukan kemajuan pada
luka/penyembuhan lesi
-
Menunjukan tingkah laku /tekhnik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji
kulit setiap hari.
Rasional :
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan
dilakukan intervensi yang tepat.
2. Intruksikan
atau pertahankan hygiene kulit. Misalnya membasuh dan mengeringkanya dengan
hati-hati.
Rasional :
Memperthankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
3. Pertahankan
seprei bersih, dan kering.
Rasional :
Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan
iritasi pada kulit.
4. Dorong
untuk ambulansi/turun dari tempat tidur jika memungkinkan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada kulit dari istrahat lama di tempat tidur.
5. Tutupi
luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barier protektif.
Rasional :
Dapat mengurangi konataminasi bakteri, dan meningkatkan proses penyembuhan.
Kolaborasi
1. Berikan
matras atau tempat tidur busa.
Rasional :
Menurunkan atau mengurangi tekanan pada kulit atau jaringan.
2. Gunakan/berikan
obat-obatan topika/sistemik sesuai indikasi. Misalnya Telfa.
Rasional :
Digunakan pada perawatan lesi kulit, perawatan harus dilakukan untuk
menghindari kontaminasi silang.
f.
Ansietas berhubungan dengan ancaman
konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.
Tujuan.
Klien
dapat berhadapan dengan situasi sekarang secara realistis.
Kriteria
hasil.
-
Menyatakan kesadaran tentang
perasaan dan cara sehat untuk menghadapinya.
-
Menunjukan rentang normal dari
perasaan atau berkurangnya rasa takut.
Intervensi
Mandiri
1.
Jamin pasien tentang kerahasiaan
dalam batasan situasi tertentu.
Rasional :
Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk
memecahlan masalah pada situasi yang diantisipasi.
2.
Pertahankan hubungan yang sering
dengan pasien.
Rasional :
Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan ditelantarkan.
3.
Waspada terhadap tanda-tanda
penolakan/depresi.
Rasional : Pasien mungkin akan
menggunakan mekanisme bertahan dengan penolakan dan
terus berharap bahwa diagnose tidak akurat.
4.
Izinkan pasien untuk mengekspresikan
rasa marah, takut, putus asa tanpa konfirmasi.
Rasional : Penerimaan
perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi.
Kolaborasi
1.
Rujuk pada konseling psikiatri
(psikiater)
Rasional :
mungkin dibutuhlkan bantuan lebih lanjut dengan diagnose.
BAB
III
PEMBAHASAN
Permasalahan
keperawatan yang muncul pada klien dengan HIV/AIDS adalah:
1.
Infeksi
berhubungan dengan resiko tinggi
terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
Virus
AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang
dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh
dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif
(CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki
tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel
T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper tidak
berdaya bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut.
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing, virus HIV lebih dahulu telah melumpuhkan sel T helper
tersebut sehingga benda asing termasuk virus, bakteri, kuman dengan mudah masuk
ketubuh ODHA.
2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diare berat.
Pada dasarnya diare pada HIV atau
non HIV adalah sama. Keparahan diare tergantung tingkat daya penetrasi merusak
sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhu sekresi cairan pada
usus halus dan daya lekat kuman. Toksin yang dihasilkan bakteri non invasive
menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenia dinukleotid (NAD) sehingga
meningkatkan siklus AMP dalam sel. Pada akhirnya sel menskresikan aktif anion
klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kalium dan
natrium. Diare pada HIV bisa terjadi karena virus, bakteri, parasit yang
menginfeksi pada gastrointestinal.
3.
Perubahan
nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal.
Pada kasus HIV terjadi infeksi
menyeluruh antara lain infeksi
opportunistik yang menyebabkan infeksi gastrointestinal
yang disebabkan oleh Cryptosporidiosis yaitu sejenis parasit. Selain
itu ialah Cytomegalovirus yaitu sejenis virus
yang menginfeksi seluruh tubuh tetapi biasanya biasa menginfeksi lambung, Infeksi virus ini biasanya
terjadi apabila jumlah sel T CD4+ kurang dari 50 mm3 darah. Infeksi bakteri
Mycobacterium Avium Kompleks , Infeksi ini biasanya terjadi apabila jumlah sel CD4+
kurang dari 50 mm3 darah.
4.
Nyeri berhubungan
dengan inflamasi/kerusakan jaringan.
Virus HIV menyerang system imun
terutama limfosit, sel penanda CD4, sehingga mudah terjadi infeksi dan infeksi
ini terjadi secara sistemik artinya dapat terjadi pada seluruh organ-organ. Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang
terjadi di nosiseptor disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau
terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat maupun perifer disebut
nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh nosiseptor
dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin,
prostaglandin, histamin, dan sebagainya
5.
Integritas
kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis.
Imunologi yang menurun menyebabkan
mudahnya terjadi peradangan kulit akibat infeksi virus, bakteri dan jamur
misalnya herpes, pseudomonas, candida.
6.
Ansietas
berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.
Konsep diri
adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang
dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart
dan Sundeen, 1991). Sedangkan pada HIV/AIDS terjadi
peningkatan ketegangan, ketakutan, perasaan tidak berdaya, putus asa.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah
lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Manifestasi klinis AIDS yaitu Infeksi retroviral akut :
gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri
tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare,
leukopenia, dan limfosit atipik. Masa asimfomatik : pada masa ini pasien tidak
menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. penurunan jumlah cd4
terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period). Masa gejala
dini : gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis
vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, itp, dan tuberkolosis paru. Masa
gejala akut : pada masa ini jumlah cd4 dibawah 200. penurunan daya
tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau
keganasan.
Patofisiologis AIDS yaitu disebabkan oleh virus HIV. Masa
inkubasi AIDS diperkirakan 10 minggu -10 tahun. Virus menempel pada limfosit T
penolong atau CD4 dan menghancurkannya sehingga terjadi kelemahan system
kekebalan tubuh. HIV juga menyebabkan gangguan limfosit B sehingga menyebabkan
produksi antibody meningkat tapi antibody yang dihasilkan tidak banyak membantu
infeksi yang disebabkan HIV.
Penatalaksanaan medis untuk penderita AIDS yaitu dengan pengendalian
infeksi oportunistik, terapi AZT, terapi antiviral baru, vaksin dan
rekonstruksi baru.
Diagnosa untuk AIDS antara lain :
1.
Infeksi, resiko tinggi terhadap
pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare berat, pembatasan pemasukan.
3.
Kekurangan kebutuhan nutrisi
berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna.
4.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.
5.
Integritas kulit, kerusakan
berhubungan dengan deficit imunologis.
6.
Ansietas berhubungan dengan ancaman
konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.
B. Kritik
dan Saran
Alhamdulillah makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Berdasarkan simpulan di atas,
penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
1.
Agar pembaca dapat mengenali tentang
pengertian AIDS.
2.
Agar pembaca dapat menerapkan asuhan
keperawatan AIDS pada klien AIDS.
KATA PENGANTAR
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Suzanne C.
Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth
ed. 8. Jakarta: ECG.
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .
Jakarta : Media Sculapius
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis
Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Doengoes,
Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG
Obat herbal Dr. Imoloa yang luar biasa adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dymyme, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }
BalasHapus