LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
TUBERKULOSIS PARU
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2002).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah (Price & Wilson, 2006).
B. ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 –
4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA)
(Sudoyo, et al 2006).
C. PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk
memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh
darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
System imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis
melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat
dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding
protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian
sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk
skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat
system imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki.
Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih
lanjut (Smeltzer & Bare,2002).
PATHWAYS
Udara
tercemar
dihirup individu
rentan
kurang informasi
Mycobacterium
tuberculosis masuk paru
menempel alveoli
reaksi inflamasi/peradangan
penumpukkan eksudat dalam alveoli
tuberkel
produksi secret berlebih
meluas mengalami perkejuan secret sukar dikeluarkan dibatukkan/bersin
penyebaran kalsifikasi
terhirup orang lain
hematogen
limfogen mengganggu
perfusi
& difusi
O2
peritoneum
lemah
asam lambung ↑
mual, anoreksia
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan
kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1.
Tuberkulosis paru
2.
Bekas tuberculosis paru
3.
Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a.
TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif,
tapi tanda-tanda lain positif)
b.
TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain meragukan)
(Sudoyo, et al 2006)
E. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan
mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.bila timbul
infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif
disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam,
gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat
badan (Corwin,2001).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Darah : lekosit sedikit meninggi, LED meningkat
2.
Sputum : BTA dilakukan untuk memperkuat diagnosa TB
aktif dan memperkirakan tingkat infeksinya, ini dilakukan selama dalam 3 hari
berturut-turut. Pada BTA positif ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman
dalam satu sediaan, dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3.
Tes tuberculin : tes ini dikatakan positif jika
indurasi lebih dari 10 – 15 mm.
4.
Rontgent : Foto thorak PA tampak gambaran bercak-bercak
seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas berupa cincin; pada
kalsifikasi tampak bercak padat dengan densitas tinggi.
5.
Broncografi : pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronkus dan paru.
6.
Pemeriksaan serologi : ELISA, Mycodot, untuk mendeteksi
antibody IgG specific terhadap basil TB.
7.
Pemeriksaan PA : pemeriksaan biopsy pada kelenjar getah
bening superficial leher, yang biasanya didapatkan hasil limfadenitis pada
klien TB.
G. PENATALAKSANAAN
1.
Pengobatan
Tujuan
terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M.
tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a.
Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH)
bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif,
yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa
neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat
dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan
dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH
dapat diteruskan sesuai dosis.
b.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek
samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak
menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya.
c.
Pirazinamid (P)
Bersifat
bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d.
Streptomisin (S)
Bersifat
bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan
nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
e.
Ethambutol (E)
Bersifat
bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic
neuritis.
2.
Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang,
bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk
reseksi bagian paru yang rusak.
3.
Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang
telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri
hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
4. Prioritas keperawatan TB
Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah
penyebaran infeksi, mendukung perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan
strategi koping efektif, memberi informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
Aktifitas/istirahat
Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, sulit tidur atau demam pada
malam hari, menggigil, berkeringat.
Takikardia, takipnea/dispnea, kelelahan otot, nyeri, sesak(tahap lanjut).
b.
Integritas ego
Stress lama, perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.
Menyangkal (pada tahap dini), ansietas, ketakutan.
c.
Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Turgor kulit buruk, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
d.
Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada karena batuk berulang.
Perilaku distraksi, berhati-hati pada area sakit, gelisah.
e.
Pernafasan
Batuk (produktif/tidak produktif), nafas pendek.
Peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan paru tidak simetri,
perkusi paru pekak dan penurunan fremitus, deviasi tracheal.
f.
Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun, demam rendah atau sakit panas akut.
g.
Interaksi social
Perasaan isolasi/penolakan, perubahan peran.
(Doengoes,
2000)
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri
maupun orang lain b.d virulensi kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
2.
Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas b.d secret
kental, upaya batuk buruk.
3.
Resiko kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membrane
alveolar kapiler, penurunan permukaan efektif paru.
4.
Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia.
5.
Hiperthermia b.d proses peradangan.
6.
Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan tubuh dan proses penyakit
7.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan
dan pencegahan penyakit b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada.
J. INTERVENSI
1.
Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri
maupun orang lain b.d virulensi kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan : klien dapat mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan
resiko infeksi.
Kriteria hasil : klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
a.
Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran
infekasi melalui droplet
b.
Identifikasi orag lain yang beresiko (anggota
keluarga/teman)
c.
Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tisu dan
menghindari meludah
d.
Lakukan tindakan isolasi sebagai pencegahan
e.
Pertahankan teknik aseptic saat melakukan tindakan
perawatan
f.
Kaji adanya tanda-tanda klinis proses infeksi
g.
Identifikasi adanya factor resiko terjadinya infeksi ulang
h.
Beritahu klien dan keluarga tentang pentingnya
pengobatan yang tuntas
i.
Kolaborasi pemberian obat anti tuberculosis
2.
Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas b.d secret
kental, upaya batuk buruk.
Tujuan : mempertahankan jalan nafas adekuat
Kriteria hasil : klien dapat mengeluarkan secret tanpa bantuan,
menunjukkan perilaku memperbaiki bersihan jalan nafas
Intervensi :
a.
Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan irama,
kedalaman, penggunaan otot aksesori
b.
Kaji kemempuan klien untuk mengeluarkan sputum/batuk
efektif
c.
Berikan posissi semi atau fowler tinggi
d.
Bantu klien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif
e.
Bersihkan secret dari mulut/trachea, lakukan
penghisapan jika perlu
f.
Pertahankan asupan cairan 2500 ml per hari
g.
Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronkodilator
3.
Resiko kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membrane
alveolar kapiler, penurunan permukaan efektif paru.
Tujuan : klien tidak menunjukkan gejala distress pernafasan
Kriteria hasil : rentang AGD dalam batas normal, tidak ada dispnea
Intervensi :
a.
Kaji dispnea, takipnea, peningkatan upaya bernafas,
terbatasnya ekspansi dada dan kelemahan
b.
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis,
perubahan warna kulit
c.
Tingkatkan tirah baring/batasi aktifitas, bantu ADL
d.
Kolaborasi pemberian oksigen dan pengawasan AGD
4.
Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia.
Tujuan : klien bebas dari tanda malnutrisi
Kriteria hasil : BB naik,
Intervensi :
a.
Kaji status nutrisi, turgor kulit, integritas mukosa
oral, berat badan dan kekurangan BB, kemampuan menelan, riwayat mual, muntah,
diare
b.
Pastikan pola diet yang disukai atau tidak disukai
klien
c.
Berikan diit tinggi protein dan karbohidrat dalam porsi
kecil tetapi sering
d.
Awasi masukan/pengeluaran dan perubahan BB secara
periodik
e.
Berikan perawatan mulut setiap hari
f.
Dorong orang terdekat untuk membawa makanan kesukaan klien, kecuali kontraindikasi
g.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi
diet
5.
Hiperthermia b.d proses peradangan.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh normal
Intervensi :
a.
Pantau suhu tubuh klien, perhatikan
menggigil/diaforesis
b.
Pantau suhu lingkungan dan ventilasi
c.
Batasi penggunan pakaian atau linen tebal
d.
Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
e.
Anjurkan untuk mempertahankan masukan cairan adekuat
untuk mencegah dehidrasi
f.
Kolaborasi pemberian antipiretik
6.
Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan tubuh dan proses penyakit
Tujuan :Klien dapat
beraktivitas dengan baik
Kriteria hasil :
- Klien dapat beraktivitas secara
mandiri
- BAB dan BAK dilakukan sendiri di
toilet
Intervensi :
a. Monitor derajat mobilitas dengan menggunakan
skala ketergantungan
b. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan
berdasarkan tingkat ketergantungannya
c. Anjurkan klien untuk beraktivitas secara
bertahap
d. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
7.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan
dan pencegahan penyakit b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil : klien melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki
kesehatan
Intervensi :
a.
Kaji kemampuan klien untuk belajar, tingkat partisipasi
b.
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan klien ke
perawat (hemoptisis, nyeri dada, demam, sulit bernafas)
c.
Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus untuk
klien (jadwal obat)
d.
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, efek samping
dan alasan pengobatan lama
e.
Anjurkan klien untuk tidak merokok dan minum alcohol
f.
Berikan inforamasi mengenai proses penyakit, prognosis,
cara pencegahan dan penularan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn.
(2002). RencanaAsuhanKeperawatan . Jakarta : EGC
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit, Edisi empat. EGC:
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi
8. Jakarta :EGC
Sudoyo. W. Aru,et,al. (2006). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta. FKUI.