BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas,
2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa
sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab
utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti
trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter
(Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi
katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70%
pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).
Katarak merupakan masalah
penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut
WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di
dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan
belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia
sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga
penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Katarak memang dianggap sebagai
penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada banyak faktor yang akan
memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah
paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan
dengan radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin,
riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat
kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
genetik dan myopia.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
a. Perawat dan pembaca dapat mengetahui
definisi penyakit Katarak.
b. Perawat dan pembaca dapat mengetahui
bagaimana jenis-jenis penyakit Katarak.
2. Tujuan
Umum
a. Perawat dan pembaca dapat
mengetahui bagaimana gejala dan tanda-tanda penyakait Katarak.
b. Perawat dan pembaca dapat mengetahui
bagaimana penyebab penyakit Katarak.
c. Perawat dan pembaca dapat mengetahui
bagaimana pengobatan penyakit Katarak.
C.
Manfaat
1.
Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui
karakteristik dari penyakit Katarak.
2. Dengan
adanya makalah ini kita dapat
mengantisipasi terjadinya penyakit Katarak.
D.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana penyakit Katarak bisa menyerang manusia ?.
2.
Bagaimana awal terjadinya penyakit Katarak ?.
3. Bagaimana
cara pengobatan
penyakit Katarak ?.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Katarak
adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan seperti Kristal,
jernih. Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan namun dapat saja
terjadi saat lahir. Katarak juga dapat berkaitan dengan trauma tumpul atau
penetrasi, penggunaan kortikostiroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes
militus, hipoparatiroidisme, pemajanan terhadap radiasi, pemajanan terhadap
cahaya yang terang atau cahaya matahari yang lama (cahaya ultraviolet), atau
kelainan mata lainnya ( Baughman, 2000, hal 319).
Katarak
adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna
putih abu abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apa bila
protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami
koagulasi pada lensa (Corwin, 2009. Hal 38).
Katarak
adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran yang disebut katarak
kongenital dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul,
penggunaan kortikostiroid jangka panjang dan penyakit sistemis (Smeltzer, 2002.
Hal 1996).
Dari
beberapa pengertian diatas yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa katarak adalah penurunan
progresif kejernihan lensa dan atau opasifikasi pada lensa yang pada normalnya
lensa tersebut jernih.
B. Klasifikasi katarak
1.
Katarak
Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul
pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir.
Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, dan
galaktosemia.
2.
Katarak
Senile
Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai
sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang
sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang
semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai penglihatan
jauh makin kabur. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien
dapat membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight).
3.
Katarak
Juvenile
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti
bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya pada usia kurang
dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital.
4.
Katarak
Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi
dari penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan okuler, penyakit
sistemik dan trauma (Sidarta, 2008, hal 107).
C. Etiologi
Menurut Gruendemann, (2005, hal 44) ada beberapa penyebab terajadinya
katarak yaitu : Infeksi, Kelainan perkembangan, Herediter, Cedera mata
traumatic, Ketidak seimbagan kimiawi misalnya galaktosemia dan diabetes,
Terpajan sinar ultraviolet berkepanjangan, Beberapa obat (misalnya obat-obatan
yang digunakan untuk glaukoma), Bagian dari proses penuaan normal.
D. Patofisiologi
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus
multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar
lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak (Smeltzer, 2001. Hal 1996).
E. Tanda dan gejala
Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa
pasien tajam penglihatan yang diukur diruangan gelap mungkin tampak memuaskan,
semetara bila tes tersebut dilakukan dalam keadaan terang maka tajam
penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.
Katarak terlihat hitam terhadap reflek fundus ketika mata
diperiksa mungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan indentifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasnya terletak didaerah neukleus,
korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak
disubkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab ocular katarak
dapat ditemukan. Sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan
inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya.
Suatu
opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan tapa adanya rasa
nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi. Pada bayi
katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kekgagalan perkembangan penglihatan
normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi dengan dugaan
katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital harus dianggap sebagai
masalah yang penting oleh spesialis mata. (James, 2006, hal 77).
F. Penatalaksanaan
Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan
yaitu ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular
(EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang menggangu
aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma. Katarak diangkat
dibahwah anestesi local dengan rawat jalan. Kehilangan penglihatan berat dan
akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan pembedahan (Baughman, 2000,
hal 320).
Pendidikan pasien setelah pembedahan katarak :
Pembatasan aktivitas Diperbolehkan
1.
Menonton
televisi; membaca bila perlu, tp jangan terlalu lama
2.
Mengerjakan
aktivitas biasa tapi dikurangi
3.
Pada
awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
4.
Tidak
boleh membungkuk pd wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit kepala
kebelakang saat mencuci rambut
5.
Tidur
dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada
siang hari
6.
Ketika
tidur, berbaring terlentang atau miring tidak boleh telengkup
7.
Aktivitas
dengan duduk
8.
Mengenakan
kacamata hitam untuk kenyamanan
9. Berlutut atau jongkok saat mengambil
sesuatu dari lantai
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penujang pada klien katarak yang dikemukakan
oleh Doengoes (2000. Hal 412) antara lain ialah sebagai berikut:
1.
Tes
ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan; mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau vitreus humor, kesalahan refrkasasi,
atau penyakit saraf atau penyakit sistem sararaf atau penglihatan keretina atau
jalan optik.
2.
Lapang
penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaucoma.
3.
Pengukuran
tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 – 25 mmHg)
4.
Pengukuran
Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5.
Tes
Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe gllukoma bila TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
6.
Pemeriksaan
Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisme.
7.
Dilatasi
dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose katarak.
8.
Darah
lengkap,laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
9.
EKG,
kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis, PAK.
10. Tes toleransi glikosa/FBS :
menentukan adanya/control diabetes.
H. Komplikasi
Komplikasi
tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan katarak, yang sering
menyebabkan uveitis berat, glaucoma, dan kondensasi vitreosa. Apa bila
dibiarkan, penglihatan dapat hilang selamanya. Terapi untuk dislokasi lensa dan
fragmen lensa telah semakin baik akibat kemajuan dalam teknik vitrektomi. Lensa
yang lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi dengan pemeriksaan
vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep mikrovitrektomi.
Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap merupakan tindakan yang
berbahaya.( Barbara, 2005. hal, 46).
I.
Asuhan
Keperawatan
Asuhan keperawatan pada klien dengan post op katarak
dilaksanakan melalui pendekatan proses perawatan terdiri dari : pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi. (Doengoes, 2000, hal 412)
1.
Dasar
data pengkajian pasien
a.
Aktivitas/istirahat
:
Gejala : perubahan aktivitas biasanya hoby sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
b.
Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah (glaukoma akut)
c.
Neurosensori
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar
terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan menfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap
(katarak).Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer.
Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
(katarak). Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata
berair.Nyeri/tiba tiba berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit
kepala.
e.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan
sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh peningkatan
tekanan vena), ketidak seimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
Pertimbangan rencana pemulanngan : menunjukkan rerata lama
dirawat 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur rawat jalan ).
Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan,
perawatan diri, perawatan/pemeliharaan rumah.
2.
Diagnosa
keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien
pre dan post op katarak adalah sebagai berikut :
a.
Resiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan
vitreous.
b.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan
katarak.
c.
Gangguan persepstual
sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ
indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya
ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan
belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi,
takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
3.
Perencanaan
keperawatan
a.
Resiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intraokuler, kehilangan
vitreous.
Tujuan : cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil : mengubah
lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi/Rasional
1)
Diskusikan
apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan,balutan
mata.
Rasional : membantu mengurangi rasa takut dan
meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2)
Beri
pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring keposisi yang tak sakit
sesuai keinginan.
Rasional : istirahat hanya beberapa menit sampai
beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi
komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan resiko
perdahan atau stres pada jahitan terbuka.
3)
Batasi
aktivitas seperti menggerkkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Rasional : menurunkan stres pada area operasi.
4)
Ambulasi
dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi.
Rasional : memerlukan sedikit regangan daripada
penggunaan pispot.
5)
Dorong
napas dalam, batuk untuk bersihan paru.
Rasional : batuk meningkatkan tio.
6)
Anjurkan
menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi,
napas dalam dan latihan relaksasi.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan koping.
7)
Pertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi.
Rasional : digunakan untuk melindugi dari cedera
kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
8)
Minta
pasien untuk membedakan antara ketidak nyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba.
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema
(perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
Rasional : ketidaknyamanan mungkin karena prosedur
pembedahan; nyeri akut menunjukkan perdarahan, terjadi karena regangan atau tak
diketahui penyebabnya (jaringan sembuh banyak vaskularisasi, dan kapiler sangan
rentan).
9)
Observasi
pembekakan luka, bilik anterior kemps, pupil bebentuk buah pir.
Rasional :menunjukkan prolaps iris atau rupture luka
disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.
10) Kolaborasi : berikan obat sesuai
indikasi. Amoxilin, Asam Mefenamat, Methylprednison, cloramfenikol salam.
Rasional
: mual/muntah dapat meningkatkan resiko cedera okuler, memerlukan tindakan
segera untuk mencegah cedera okuler.
b.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan
katarak.
Kriteria hasil : Meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam dan Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /
menurunkan resiko infeksi
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada
tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2)
Gunakan
teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu
basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak
bila menggunakan.
Rasional : tehnik aseptik menurunkan
resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3)
Tekankan
untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
Rasional :mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
Rasional : Infeksi mata terjadi 2-3 hari
setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
Rasional : Sediaan topikal digunakan secara
profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
6)
Kolaborasi
; Berikan obat sesuai indikasi, anti biotik (topical, paranteral, atau
subkonjungtival).
Rasional : ssediaan topical digunakan
secaraprofilaksis.
c.
Gangguan
persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai
dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya
terhadap rangsang.
Tujuan : tidak terjadi perubahan
visual
1)
Tentukan
ketajaman penglihatan, catat apakah salah satu atau kedua mata terlibat
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi
bervariasi sebab kehilangan terjadi lambat dan progresif.
2)
Oreintasikan
pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya
Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dan
kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3)
Observasikan
tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi; pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sampai benar-benar sembuh dari anastesia.
Rasional : terbangun dalam lingkungan yang tak
dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada
orang tua.
4)
Pendekatan
dari sisi yang tak dioperasi. Bicara dan menyentuh sering; dorong orang orang
terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional : memberikan rangsang sensoritepat
terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5)
Perhatikan
tentang suram atau penglihatan kaburdan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
Rasional : gangguan penglihatan/iritasi dapat
berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan
penggunaan.
6)
Ingatkan
pasien menggunakan kacamata katarak dengan tujuannya memperbesar kurang lebih
25%, penglihatan perifer dan buta titik mungkin ada.
Rasional : perubahan ketajaman dan kedalaman
persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/menigkatkan resiko cedera sampai
pasien belajar untuk mengkompensasi.
Rasional : memungkinkan pasien melihat
objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk petolongan bila diperlukan.
d.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi
informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan
pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah
Tujuan :pasien
mengerti tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.
Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan,
melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi/Rasional
1)
Kaji
informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur/ lensa.
Rasional :meningkatkan pemahaman dan meningkatkan
kerja sama dengan program pasca operasi.
2)
Tekankan pentingnya
evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
Rasional : pengawasan periodik menurunkan resiko
komplikasi serius.
3)
Informasikan
pasien untuk menghindari obat tetes mata yang dijual bebas.
Rasional :dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang
diberikan.
4)
Diskusikan
kemungkinan efek/interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh
peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan
obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
Rasional : penggunaan obat mata topical,
contoh agen simpatomimetik. Penyekat beta, dan agen antikolinergik dapat
menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM;
hipo glikemik pada diabetes tergantung pada insulin.
5)
Anjurkan
pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan dan defekasi.
Membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok
(sendiri/orang lain).
Rasional: Aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang,
manuver Valsalva atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan
mencetuskan pendarahan. Catatan : iritasi pernapasna yang menyebabkan
batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6)
Dorong
aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang dan menonton
televisi.
Rasional : memberikan masukan sensori,
mempertahankan rasa normalitas. Melalui waktu lebih mudah bila tak mampu
menggunakan penglihatan secara penuh.
7)
Anjurkan
pasien memeriksa kedokter tetang aktivitas seksual.
Rasional: dapat meningkatkan TIO, menyebakan cedera
kecelakaan pada mata.
8)
Tekankan
kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada
mala.
Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata dan
menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi
kepala.
9)
Anjurkan
pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunkan kacamata
gelap bila keluar/dalam ruangan terang.
Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata.
10) Anjurkan mengatur posisi pintu
sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh; pindahkan perabot dari lulu lalang
jalan.
Rasional :menurunkan penglihatan perifer atau gangguan
kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan kedalam pintu yang terbuka
sebagian atau menabrak perabot.
11) Dorong pemasukan cairan adekuat,
makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yang dijual bebas bila di
indikasikan.
Rasional :mempertahkan konsistensi feses untuk
menghindari mengejan.
12) Identifikasi tanda/gejala memelukan
upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan,
kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.
Rasional :intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius,
kemungkinan kehilangan penglihatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Katarak merupakan suatu jenis
penyakit mata yang dicirikan dengan adanya noda putih seperti awan pada lensa
mata. Katarak merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menyebabkan
kebutaan permanen. Hal tersebut didukung oleh faktor usia, radiasi dari sinar
ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta faktor tingkat kesehatan dan
penyakit yang diderita. Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum
seperti penglihatan mulai kabur, kurang peka dalam menangkap cahaya sehingga
cahaya yang dilihat hanya berbentuk lingkaran semu, lambat laun akan terlihat
seperti noda keruh berwarna putih di bagian tengah lensa, kemudian penderita
katarak ini akan sulit menerima cahaya untuk mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
B. Saran
Perawat dan pembaca diharapkan mampu
memahami penyakit katarak serta gejala klinis penyakit tersebut, dan sebagai
seorang perawat kita dituntut mampu mengapresiasikan di dalam kehidupan
masyarakat, maka dari itu di butuhkan kritik dan saran dari pembaca agar
makalah ini dapat menjadi lebih sempurna lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, C. Diane & Hackley
JoAnn,2000, Keperawatan Medikal bedah Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth,
Edisi 1, Alih bahasa : Yasmin Asih, Editor Monica Ester, Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: ECG
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000,
Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta:
ECG
Gruendemann, Barbara
J. 2005. Buku ajar perioperatif Vol.1 prinsip. Jakarta: ECG
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare.
2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar