Selasa, 23 Desember 2014

Kode etik perawat



Mukadimah

Berkat bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyadari bahwa perawat Indonesia yang berjiwa pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban dalam bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-dasar seperti tertera di bawah ini:

Perawat dan Klien
1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan social.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien
3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Perawat dan Praktik
1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus
2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku professional

Perawat dan Masyarakat
1. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

Perawat dan Teman Sejawat
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.


Perawat dan Profesi
1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan
2. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan
3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

http://www.inna-ppni.or.id/index.php/kode-etik

UU KEPERAWATAN

UU KEPERAWATAN
 
RUU Keperawatan resmi disahkan oleh DPR menjadi UU (Undang-Undang) sehingga ada payung hukum yang jelas untuk profesi perawat. “Seluruh fraksi menyetujui RUU ini dibawa ke pembahasan tingkat dua (sidang paripurna), yakni tahap pengesahan. Seluruh pimpinan fraksi sudah menandatanganinya,” kata Ketua Komisi X Ribka Tjiptaning dalam Rapat Paripurna, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Kamis, (25/9/2014).
Terkait dengan pandangan tersebut, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso selaku pimpinan dalam sidang menanyakan kembali kepada seluruh fraksi yang hadir. “Apakah disetujui dan disahkan? Setuju,” ujar Priyo. Sontak seluruh fraksi menyetujui RUU Keperawatan tersebut menjadi Undang-undang. Priyo pun mengetuk palu.
Menurut Priyo, UU Keperawatan yang terdiri dari 13 bab dan 67 pasal itu adalah mahakarya yang dihasilkan oleh Anggota DPR RI peride 2009-2014. Berikut adalah isi UU Keperawatan tersebut
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keperawatan adalah segala aspek yang berkaitan dengan Perawat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Ners adalah gelar yang diperoleh setelah lulus pendidikan profesi Perawat.
4. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
5. Praktik Keperawatan adalah wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.
6. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian tindakan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya tercapainya kemandirian untuk merawat dirinya.
7. Uji Kompetensi Perawat adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap perawat sesuai dengan standar profesi.
8. Sertifikat Uji Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang telah lulus Uji Kompetensi untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
9. Registrasi Perawat adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi keperawatan dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesi Perawat.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada Perawat yang telah diregistrasi.
11. Surat Ijin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada Perawat yang telah memenuhi persyaratan.
12. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
13. Perawat Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).
14. Klien adalah perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
15. Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk masing-masing cabang disiplin ilmu keperawatan yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
17. Konsil Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, bersifat independen.
18. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
19. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Keperawatan berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah;
c. etika;
d. manfaat;
e. keadilan; dan
f. kesehatan dan keselamatan Klien.
Pasal 3
Keperawatan bertujuan:
a. meningkatkan mutu Perawat dan Pelayanan Keperawatan;
b. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan
c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
 
BAB II JENIS PERAWAT
Pasal 4
(1) Jenis Perawat terdiri atas:
a. perawat profesional;
b. perawat vokasional; dan
c. asisten perawat.
(2) Perawat profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiriatas:
a. ners;
b. ners spesialis; dan
c. ners konsultan.
(3) Ketentuan mengenai jenis Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Pemerintah.

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_uu/UU%20No.%2038%20Th%202014%20ttg%20Keperawatan.pdf

Senin, 22 Desember 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU



LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
TUBERKULOSIS PARU

A.    PENGERTIAN
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2002).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah (Price & Wilson, 2006).

B.     ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) (Sudoyo, et al 2006).

C.    PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
System imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat system imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare,2002).
PATHWAYS
Udara tercemar                 dihirup individu rentan            kurang informasi     
Mycobacterium
tuberculosis                               masuk paru                       
                                                                  
                                              menempel alveoli         
                                                                                            
                                        reaksi inflamasi/peradangan

                                penumpukkan eksudat dalam alveoli

                   tuberkel                                                     produksi secret berlebih

meluas     mengalami perkejuan      secret sukar dikeluarkan     dibatukkan/bersin

penyebaran      kalsifikasi                                                           terhirup orang lain
hematogen
limfogen              mengganggu perfusi
    & difusi O2
Intoleransi aktifitas
 
            peritoneum
                                                                                           lemah
            asam lambung ↑

mual, anoreksia








D.    KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1.      Tuberkulosis paru
2.      Bekas tuberculosis paru
3.      Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a.       TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif)
b.      TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain meragukan)
                                                                                           (Sudoyo, et al 2006)

E.     MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin,2001).

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Darah : lekosit sedikit meninggi, LED meningkat
2.      Sputum : BTA dilakukan untuk memperkuat diagnosa TB aktif dan memperkirakan tingkat infeksinya, ini dilakukan selama dalam 3 hari berturut-turut. Pada BTA positif ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman dalam satu sediaan, dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3.      Tes tuberculin : tes ini dikatakan positif jika indurasi lebih dari 10 – 15 mm.  
4.      Rontgent : Foto thorak PA tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas berupa cincin; pada kalsifikasi tampak bercak padat dengan densitas tinggi.
5.      Broncografi : pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus dan paru.
6.      Pemeriksaan serologi : ELISA, Mycodot, untuk mendeteksi antibody IgG specific terhadap basil TB.
7.      Pemeriksaan PA : pemeriksaan biopsy pada kelenjar getah bening superficial leher, yang biasanya didapatkan hasil limfadenitis pada klien TB.
G.    PENATALAKSANAAN

1.      Pengobatan

Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.

Jenis dan dosis OAT :
a.       Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis. 
b.      Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
c.       Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d.      Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
e.       Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.

2.      Pembedahan

Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

3.      Pencegahan

Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

4.      Prioritas keperawatan TB
Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah penyebaran infeksi, mendukung perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif, memberi informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

H.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.       Aktifitas/istirahat
Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, sulit tidur atau demam pada malam hari, menggigil, berkeringat.
Takikardia, takipnea/dispnea, kelelahan otot, nyeri, sesak(tahap lanjut).
b.      Integritas ego
Stress lama, perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.
Menyangkal (pada tahap dini), ansietas, ketakutan.
c.       Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Turgor kulit buruk, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
d.      Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada karena batuk berulang.
Perilaku distraksi, berhati-hati pada area sakit, gelisah.

e.       Pernafasan
Batuk (produktif/tidak produktif), nafas pendek.
Peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan paru tidak simetri, perkusi paru pekak dan penurunan fremitus, deviasi tracheal.
f.       Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun, demam rendah atau sakit panas akut.
g.      Interaksi social
Perasaan isolasi/penolakan, perubahan peran.
                                                                                                     (Doengoes, 2000)

I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain b.d virulensi kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
2.      Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas b.d secret kental, upaya batuk buruk.
3.      Resiko kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membrane alveolar kapiler, penurunan permukaan efektif paru.
4.      Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.
5.      Hiperthermia b.d proses peradangan.
6.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan tubuh dan proses penyakit
7.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan penyakit b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada.

J.      INTERVENSI
1.      Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain b.d virulensi kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan : klien dapat mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Kriteria hasil : klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
a.       Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infekasi melalui droplet
b.      Identifikasi orag lain yang beresiko (anggota keluarga/teman)
c.       Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tisu dan menghindari meludah
d.      Lakukan tindakan isolasi sebagai pencegahan
e.       Pertahankan teknik aseptic saat melakukan tindakan perawatan
f.       Kaji adanya tanda-tanda klinis proses infeksi
g.      Identifikasi adanya factor resiko terjadinya infeksi ulang
h.      Beritahu klien dan keluarga tentang pentingnya pengobatan yang tuntas
i.        Kolaborasi pemberian obat anti tuberculosis
2.      Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas b.d secret kental, upaya batuk buruk.
Tujuan : mempertahankan jalan nafas adekuat
Kriteria hasil : klien dapat mengeluarkan secret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku memperbaiki bersihan jalan nafas
Intervensi :
a.       Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan otot aksesori
b.      Kaji kemempuan klien untuk mengeluarkan sputum/batuk efektif
c.       Berikan posissi semi atau fowler tinggi
d.      Bantu klien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif
e.       Bersihkan secret dari mulut/trachea, lakukan penghisapan jika perlu
f.       Pertahankan asupan cairan 2500 ml per hari
g.      Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronkodilator
3.      Resiko kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membrane alveolar kapiler, penurunan permukaan efektif paru.
Tujuan : klien tidak menunjukkan gejala distress pernafasan
Kriteria hasil : rentang AGD dalam batas normal, tidak ada dispnea
Intervensi :
a.       Kaji dispnea, takipnea, peningkatan upaya bernafas, terbatasnya ekspansi dada dan kelemahan
b.      Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, perubahan warna kulit
c.       Tingkatkan tirah baring/batasi aktifitas, bantu ADL
d.      Kolaborasi pemberian oksigen dan pengawasan AGD
4.      Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.
Tujuan : klien bebas dari tanda malnutrisi
Kriteria hasil : BB naik,
Intervensi :
a.       Kaji status nutrisi, turgor kulit, integritas mukosa oral, berat badan dan kekurangan BB, kemampuan menelan, riwayat mual, muntah, diare
b.      Pastikan pola diet yang disukai atau tidak disukai klien
c.       Berikan diit tinggi protein dan karbohidrat dalam porsi kecil tetapi sering
d.      Awasi masukan/pengeluaran dan perubahan BB secara periodik
e.       Berikan perawatan mulut setiap hari
f.       Dorong orang terdekat untuk membawa makanan  kesukaan klien, kecuali kontraindikasi
g.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
5.      Hiperthermia b.d proses peradangan.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh normal
Intervensi :
a.       Pantau suhu tubuh klien, perhatikan menggigil/diaforesis
b.      Pantau suhu lingkungan dan ventilasi
c.       Batasi penggunan pakaian atau linen tebal
d.      Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
e.       Anjurkan untuk mempertahankan masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
f.       Kolaborasi pemberian antipiretik
6.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan tubuh dan proses penyakit
         Tujuan :Klien dapat beraktivitas dengan baik
         Kriteria hasil :
          -      Klien dapat beraktivitas secara mandiri
          -      BAB dan BAK dilakukan sendiri di toilet
         Intervensi :
a.     Monitor derajat mobilitas dengan menggunakan skala ketergantungan
b.     Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat ketergantungannya
c.      Anjurkan klien untuk beraktivitas secara bertahap
d. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
7.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan penyakit b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil : klien melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan
Intervensi :
a.       Kaji kemampuan klien untuk belajar, tingkat partisipasi
b.      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan klien ke perawat (hemoptisis, nyeri dada, demam, sulit bernafas)
c.       Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus untuk klien (jadwal obat)
d.      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, efek samping dan alasan pengobatan lama
e.       Anjurkan klien untuk tidak merokok dan minum alcohol
f.       Berikan inforamasi mengenai proses penyakit, prognosis, cara pencegahan dan penularan






















DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. (2002). RencanaAsuhanKeperawatan . Jakarta : EGC
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Sudoyo. W. Aru,et,al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta. FKUI.