Senin, 22 Desember 2014

KATARAK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).
Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, genetik dan myopia.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
a.       Perawat dan pembaca dapat mengetahui definisi penyakit Katarak.
b.      Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana jenis-jenis penyakit Katarak.


2.      Tujuan Umum
a.       Perawat dan  pembaca dapat mengetahui bagaimana gejala dan tanda-tanda penyakait Katarak.
b.      Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana penyebab penyakit Katarak.
c.       Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana pengobatan penyakit Katarak.

C.    Manfaat
1.      Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui karakteristik dari penyakit Katarak.
2.      Dengan adanya makalah ini kita dapat mengantisipasi terjadinya penyakit Katarak.

D.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penyakit Katarak bisa menyerang manusia ?.
2.      Bagaimana awal terjadinya penyakit Katarak ?.
3.      Bagaimana cara pengobatan penyakit Katarak ?.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian
Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan seperti Kristal, jernih. Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan namun dapat saja terjadi saat lahir. Katarak juga dapat berkaitan dengan trauma tumpul atau penetrasi, penggunaan kortikostiroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes militus, hipoparatiroidisme, pemajanan terhadap radiasi, pemajanan terhadap cahaya yang terang atau cahaya matahari yang lama (cahaya ultraviolet), atau kelainan mata lainnya ( Baughman, 2000, hal 319).
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apa bila protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009. Hal 38).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran yang disebut katarak kongenital dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikostiroid jangka panjang dan penyakit sistemis (Smeltzer, 2002. Hal 1996).
Dari beberapa pengertian diatas yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa dan atau opasifikasi pada lensa yang pada normalnya lensa tersebut jernih.

B.     Klasifikasi katarak
1.      Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
2.      Katarak Senile
Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight).
3.      Katarak Juvenile
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
4.      Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan okuler, penyakit sistemik dan trauma (Sidarta, 2008, hal 107).

C.    Etiologi
Menurut Gruendemann, (2005, hal 44) ada beberapa penyebab terajadinya katarak yaitu : Infeksi, Kelainan perkembangan, Herediter, Cedera mata traumatic, Ketidak seimbagan kimiawi misalnya galaktosemia dan diabetes, Terpajan sinar ultraviolet berkepanjangan, Beberapa obat (misalnya obat-obatan yang digunakan untuk glaukoma), Bagian dari proses penuaan normal.

D.    Patofisiologi
Lensa mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.  Opasitas pada kapsul posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Smeltzer, 2001. Hal 1996).

E.     Tanda dan gejala
Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan yang diukur diruangan gelap mungkin tampak memuaskan, semetara bila tes tersebut dilakukan dalam keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.
Katarak terlihat hitam terhadap reflek fundus ketika mata diperiksa mungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan indentifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasnya terletak didaerah neukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak disubkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab ocular katarak dapat ditemukan. Sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya.
Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan tapa adanya rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi. Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kekgagalan perkembangan penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi dengan dugaan katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital harus dianggap sebagai masalah yang penting oleh spesialis mata. (James, 2006, hal 77).

F.     Penatalaksanaan
Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan yaitu ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang menggangu aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma. Katarak diangkat dibahwah anestesi local dengan rawat jalan. Kehilangan penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan pembedahan (Baughman, 2000, hal 320).
Pendidikan pasien setelah pembedahan katarak :
Pembatasan aktivitas Diperbolehkan
1.      Menonton televisi; membaca bila perlu, tp jangan terlalu lama
2.      Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
3.      Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
4.      Tidak boleh membungkuk pd wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut
5.      Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada siang hari
6.      Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring tidak boleh telengkup
7.      Aktivitas dengan duduk
8.      Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
9.      Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai

G.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penujang pada klien katarak yang dikemukakan oleh Doengoes (2000. Hal 412) antara lain ialah sebagai berikut:
1.      Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan; mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau vitreus humor, kesalahan refrkasasi, atau penyakit saraf atau penyakit sistem sararaf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
2.      Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaucoma.
3.      Pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 – 25 mmHg)
4.      Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5.      Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe gllukoma bila TIO normal atau hanya meningkat ringan.
6.      Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisme.
7.      Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose katarak.
8.      Darah lengkap,laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
9.      EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis, PAK.
10.  Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.

H.    Komplikasi
Komplikasi tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan katarak, yang sering menyebabkan uveitis berat, glaucoma, dan kondensasi vitreosa. Apa bila dibiarkan, penglihatan dapat hilang selamanya. Terapi untuk dislokasi lensa dan fragmen lensa telah semakin baik akibat kemajuan dalam teknik vitrektomi. Lensa yang lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi dengan pemeriksaan vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep mikrovitrektomi. Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap merupakan tindakan yang berbahaya.( Barbara, 2005. hal, 46).

I.       Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada klien dengan post op katarak dilaksanakan melalui pendekatan proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi. (Doengoes, 2000, hal 412)
1.      Dasar data pengkajian pasien
a.       Aktivitas/istirahat :
Gejala : perubahan aktivitas biasanya hoby sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b.      Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah (glaukoma akut)
c.       Neurosensori
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan menfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap (katarak).Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer.
Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan air mata.
d.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair.Nyeri/tiba tiba berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala.
e.       Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vena), ketidak seimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
Pertimbangan rencana pemulanngan : menunjukkan rerata lama dirawat 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur rawat jalan ).
Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan diri, perawatan/pemeliharaan rumah.
2.      Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien pre dan  post op katarak adalah sebagai berikut :
a.       Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous.
b.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak.
d.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

3.      Perencanaan keperawatan
a.       Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous. 
Tujuan : cedera dapat dicegah. 
Kriteria hasil : mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi/Rasional
1)      Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan,balutan mata.
Rasional : membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2)      Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring keposisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Rasional : istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan resiko perdahan atau stres pada jahitan terbuka.
3)      Batasi aktivitas seperti menggerkkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Rasional :  menurunkan stres pada area operasi.
4)      Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi.
Rasional : memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot.
5)      Dorong napas dalam, batuk untuk bersihan paru. 
Rasional : batuk meningkatkan tio.
6)      Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, napas dalam dan latihan relaksasi. 
Rasional : meningkatkan relaksasi dan koping.
7)      Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi. 
Rasional : digunakan untuk melindugi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
8)      Minta pasien untuk membedakan antara ketidak nyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi. 
Rasional : ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan; nyeri akut menunjukkan perdarahan, terjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya (jaringan sembuh banyak vaskularisasi, dan kapiler sangan rentan).
9)      Observasi pembekakan luka, bilik anterior kemps, pupil bebentuk buah pir.  
Rasional :menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.
10)  Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi. Amoxilin, Asam Mefenamat, Methylprednison, cloramfenikol salam. 
Rasional : mual/muntah dapat meningkatkan resiko cedera okuler, memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.

b.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak. 
Tujuan : infeksi tidak terjadi. 
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam dan Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
1)      Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata 
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2)      Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila menggunakan. 
Rasional : tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3)      Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi. 
Rasional :mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4)      Observasi tanda terjadinya infeksi. 
Rasional : Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
5)      Berikan obat sesuai indikasi. 
Rasional : Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
6)      Kolaborasi ; Berikan obat sesuai indikasi, anti biotik (topical, paranteral, atau subkonjungtival). 
Rasional : ssediaan topical digunakan secaraprofilaksis.

c.       Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang. 
Tujuan : tidak terjadi perubahan visual 
Kriteria hasil : meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
1)      Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah salah satu atau kedua mata terlibat
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan terjadi lambat dan progresif.
2)      Oreintasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya 
Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3)      Observasikan tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi; pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sampai benar-benar sembuh dari anastesia. 
Rasional : terbangun dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.
4)      Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi. Bicara dan menyentuh sering; dorong orang orang terdekat tinggal dengan pasien.  
Rasional : memberikan rangsang sensoritepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5)      Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburdan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata. 
Rasional : gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6)      Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak dengan tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer dan buta titik mungkin ada. 
Rasional : perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/menigkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
7)      Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil pada sisi yang tak dioperasi.
Rasional : memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk petolongan bila diperlukan.

d.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah 
Tujuan :pasien mengerti tentang kondisi, prognosis dan pengobatan. 
Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi/Rasional
1)      Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur/ lensa. 
Rasional :meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2)      Tekankan  pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan berawan. 
Rasional : pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius.
3)      Informasikan pasien untuk menghindari obat tetes mata yang dijual bebas. 
Rasional :dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
4)      Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik. 
Rasional :  penggunaan obat mata topical, contoh agen simpatomimetik. Penyekat beta, dan agen antikolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM; hipo glikemik pada diabetes tergantung pada insulin.
5)      Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan dan defekasi. Membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain). 
Rasional: Aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang, manuver Valsalva atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan : iritasi pernapasna yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6)      Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang dan menonton televisi. 
Rasional : memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas. Melalui waktu lebih mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh.
7)      Anjurkan pasien memeriksa kedokter tetang aktivitas seksual. 
Rasional: dapat meningkatkan TIO, menyebakan cedera kecelakaan pada mata.
8)      Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada mala. 
Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
9)      Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunkan kacamata gelap bila keluar/dalam ruangan terang. 
Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata.
10)  Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh; pindahkan perabot dari lulu lalang jalan. 
Rasional :menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan kedalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11)  Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yang dijual bebas bila di indikasikan. 
Rasional :mempertahkan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
12)  Identifikasi tanda/gejala memelukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia. 
Rasional :intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Katarak merupakan suatu jenis penyakit mata yang dicirikan dengan adanya noda putih seperti awan pada lensa mata. Katarak merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan permanen. Hal tersebut didukung oleh faktor usia, radiasi dari sinar ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta faktor tingkat kesehatan dan penyakit yang diderita. Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan mulai kabur, kurang peka dalam menangkap cahaya sehingga cahaya yang dilihat hanya berbentuk lingkaran semu, lambat laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna putih di bagian tengah lensa, kemudian penderita katarak ini akan sulit menerima cahaya untuk mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.

B.     Saran
Perawat dan pembaca diharapkan mampu memahami penyakit katarak serta gejala klinis penyakit tersebut, dan sebagai seorang perawat kita dituntut mampu mengapresiasikan di dalam kehidupan masyarakat, maka dari itu di butuhkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih sempurna lagi.














DAFTAR PUSTAKA

Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn,2000, Keperawatan Medikal bedah Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1, Alih bahasa : Yasmin Asih, Editor Monica Ester, Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: ECG
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG
Gruendemann, Barbara J. 2005. Buku ajar perioperatif Vol.1 prinsip. Jakarta: ECG
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar